Selasa, 11 Januari 2011

Analisa Pembiayaan Proyek MRT Tahap I Provinsi DKI Jakarta

Untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di DKI Jakarta, pemerintah provinsi telah mengoperasikan bus way. Namun selain bus way, pemerintah provinsi DKI Jakarta berencana mengembangkan proyek MRT (Mass Rapid Transit). Seperti hal proyek bus way, pembangunan MRT ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi kemacetan yang ada di Jakarta dengan mengandalkan kereta api sebagai moda transportasi. Pembangunan lintasan/ jalur kereta api yang akan dilakukan terdiri atas bawah tanah (sub way), permukaan (survace), dan layang (elevated). Pembangunan jenis jalur tersebut disesuaikan dengan kondisi areal yang akan dilewati. Keberadaan MRT diharapkan dapat membuat masyarakat semakin banyak menggunakan transportasi masal ini daripada menggunakan kendaraan pribadi.



Pembangunan proyek MRT tersebut terdiri atas 3 tahap, yaitu: Tahap I –(Lebakbulus-Dukuhatas), Tahap II - (Dukuhatas-Kota), dan Tahap III (Balaraja–Cikarang). Saat ini, proyek pembangunan yang berjalan adalah Tahap I dengan rute Lebakbulus-Dukuhatas yang diperkirakan akan selesai pada tahun 2016.
Total biaya proyek tahap I sebesar 144.322 milyar yen yang mencakup pinjaman dari JICAsebesar 120,017 miliar yen dan sisanya berupa dana pendampingan dari APBD dan APBN. Sumber pembiayaan proyek tersebut adalah dana pinjaman yang berasal dari Japan International Cooperation Agency (JICA). Pengembalian pinjaman tersebut dibebankan kepada pemerintah pusat dan pemerintah provinsi DKI Jakarta, dengan prosentase masing-masing 52 % dan 48 %.

Meskipun proyek pembangunan tahap I masih berlangsung, namun pemerintah provinsi DKI Jakarta telah mempersiapkan pembangunan MRT tahap II atau lanjutannya yang menempuh rute Dukuhatas-Kota. Mengenai strategi pembiayaan yang akan diterapkan pada pembangunan tahap II, pemerintah provinsi DKI Jakarta berencana akan menerapkan strategi yang sama seperti pada pembangunan tahap I. Sedangakan proyek pembangunan Tahap III, saat ini masih belum memasuki tahap pre feasibility study, sehingga sumber pembiayaan masih terbuka atau belum ditetapkan, bisa dari pinjaman JICA atau sumber lainnya.


Strategi pembiayaan yang dilakukan pada proyek bersal dari dana pinjaman JICA. Pinjaman tersebut dibebankan kepada pemerintah pusat dan pemerintah provinsi DKI Jakarta. Pembagian pengembalian beban pinjaman terdiri atas 52 % ditanggung Pemerintah Pusat dan 48 % dibebankan ke Pemprov DKI Jakarta. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dikatakan bahwa proyek tersebut merupakan bentuk dari debt financing atau pembiayaan melalui hutang.

Strategi yang diterapkan pada pembiayaan pembangunan MRT Tahap I telah melibatkan peran pemerintah dan pihak swasta. Dalam hal ini, pihak swasta berperan sebagai pemberi dana pinjaman yang akan digunakan dalam pembangunan. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dilihat bahwa seluruh biaya proyek ditanggung oleh pihak pemerintah. Dengan kata lain, tidak ada dana pembangunan yang berasal dari pihak swasta.
Dalam pembiayaan proyek tersebut akan lebih baik jika turut melibatkan peran swasta dalam proses pembiayaan. Oleh kerena itu, terdapat beberapa strategi yang memungkinkan untuk diterapkan, seperti:

- Joint ventures merupakan kerjasama antara swasta dengan pemerintah (Private-Public Partnership) dimana masing-masing pihak mempunyai porsi dalam pembiayaan pembangunan. Dengan menggunakan strategi ini diharapkan beban pemerintah dalam menyediakan modal pembangunan dapat berkurang. Sedangkan pihak swasta dapat menikmati keuntungan setelah operasional proyek. Pembagian keuntungan disesuaikan dengan proporsi modal awal pada pembangunan atau kesepakatan kedua belah pihak.

- Konsep BOT (Built-Operate-Transfer) dapat diterapkan dalam proyek ini, akan tetapi dikhawatirkan pihak swasta lebih mengutamakan keuntungan dengan menetapkan harga yang tinggi pada tiket. Di sisi lain, MRT ditujukan bagi masyarakat luas agar lebih memilih kendaraan massal dibandingkan kendaraan pribadi. Jika sektor swasta menetapkan harga tiket yang tinggi maka tidak semua masyarakat dapat menikmati MRT. Dampak dari hal tersebut adalah masih cukup masyarakat yang memilih kendaraan pribadi sebagai moda transportasi maka kemacetan masih akan terjadi.

Oleh karena itu, strategi yang dapat diterapkan dan ialah konsep Joint Venture. Konsep tersebut dapat diterapkan pada proyek pembangunan Tahap II ataupun Tahap III.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/
http://jakartamrt.com/
http://kompas.com/
http://perkeretaapian.dephub.go.id/
http://transportasi.bappenas.go.id/

Jumat, 04 Juni 2010

EVALUASI PROYEK BRIBIN II DI GUNUNG KIDUL

STUDI KASUS :
PROYEK BRIBIN II DI GUNUNG KIDUL
Proyek Bribin II merupakan proyek pengadaan air bersih di Kecamatan Semanu Kabupaten Gunung Kidul – Jawa Tengah yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air bersih. Proyek tersebut adalah proyek kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Jerman. Pemerintah Indonesia diwakili oleh Pemprov DIY dan Departemen PU sedangkan Pemerintah Jerman melalui Universitas Karlsruhe.
Pembiayaan proyek menghabiskan dana sekitar 35 Milyar dan bantuan dari pemerintah Jerman sebesar 1,4 juta Euro. Kerjasama yang dilakukan bertujuan untuk menurunkan biaya produksi yang dinilai memberatkan masyarakat yaitu mencapai Rp 5.000 per meter kubik. Melalui kerjasama tersebut diharapkan dapat menekan biaya tersebut menjadi Rp 3.000. Rencana proyek tersebut ialah memompa air yang berasal dari sungai bawah tanah di Gua Birbin ke permukaan (daratan) menggunakan turbin bertenaga listrik mikrohidro. Setelah air sampai di permukaan maka air dapat didistribusikan ke masyarakat sekitar.
Dengan terselesaikannya proyek tersebut pada Maret 2010 dan mulai dioperasikan pada April 2010, sekitar 67.000 jiwa dari 117.000 jiwa atau sekitar 70% penduduk Dusun Kanigoro, Dadapayu, Kecamatan Semanu dapat menikmati dan memanfaatkan air bersih. Debit air yang dihasilkan dari proses pemompaan setinggi 248 meter mencapai 80 liter per detik. Air yang bersal dari pompa ditampung pada penampungan kemudian dialirkan ke permukuman masyarakat melalui pipa-pipa. Air tersebut dapat dimanfaatkan untuk keperluan minum dan keperluan sehari-hari. Hal tersebut sangat membantu masyarakat dalam mendapatkan air bersih yang selama ini kesulitan mendapatkan air bersih.
Keberhasilan proyek ini menjadi awal pembangunan proyek-proyek serupa di wilayah sekitar atau wilayah lain yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih.

EVALUASI
Untuk mengevaluasi atau menilai manfaat dari Proyek Bribin II Di Gunung Kidul, langkah pertma yang dilakukan adalah menetapkan kriteria dan indikator. Kemudian menilai indicator pada masing-masing criteria dengan melihat kondisi atau studi kasus proyek tersebut.
tersebut.
Berikut Kriteria dan indicator yang akan digunakan dalam mengevaluasi Proyek Bribin II Di Gunung Kidul.



Penilaian Proyek Bribin II Di Gunung Kidul
Penilaian proyek Bribin II Di Gunung Kidul berdasarkan criteria dan indicator yang telah ditetapkan sebelumnya dapat di lihat pada tabel berikut.





Berdasarkan tabel diatas, semua criteria dan indicator dapat terpenuhi. Oleh karena itu, secara keseluruhan Proyek Proyek Bribin II Di Gunung Kidul dapat dikatakan berhasil dengan menilai tingkat efektifitas dan efisiensi.
Sumber:
www.mediaindonesia.com/read/2010/03/11/128793/89/14/Proyek-Bribin-Bisa-Jadi-Laboratorium
www.antaranews.com/.../proyek-air-bersih-dibangun-di-gunungkidul
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2010/03/10/48976/Gunungkidul-Tak-Lagi-Kekurangan-Air-Bersih

Selasa, 01 Juni 2010

WARKOP DKI

komedian indonesia paling sip . .WARKOP DKI (Dono, Kasino, Indro)